Selamat Datang di Indonesia
Oleh: Rifandi S. Nugroho | Selasa, 21 Agustus 2018
Di atas bundaran dengan jari-jari empat puluh delapan meter, di depan Hotel Indonesia, dua buah patung dengan figur manusia berwajah ceria melambaikan tangannya ke arah utara. Patung itu merupakan bagian dari Monumen Selamat Datang, sebuah penanda kota yang digagas oleh Sukarno untuk menyampaikan pesan tentang wajah Indonesia yang baru, yang merdeka dan bersahabat dengan dunia internasional. Monumen itu diproyeksikan sebagai gerbang masuk ibu kota Indonesia, khususnya dalam menyambut kedatangan para olahragawan dan wisatawan asing pada pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara tahun 1962.
Monumen Selamat Datang berada pada pertemuan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan M. H. Thamrin, dua ruas jalan protokol yang menghubungkan daerah Medan Merdeka yang menjadi pusat pemerintahan dan kawasan kota satelit Kebayoran Baru. Saat itu, lokasi lapangan terbang masih berada di kawasan Kemayoran, sehingga para tamu dan atlet mancanegara yang mendarat di sana pasti melalui Monumen Selamat Datang sebelum tiba di Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno. Setibanya di ruas jalan itu, sembari terus berjalan ke arah selatan, para tamu akan disuguhkan oleh sebuah vista kedua patung yang melambai ke arah mereka, dengan latar Hotel Indonesia di sisi kanannya.
Peresmian Monumen Selamat Datang dilakukan di tahun yang sama dengan dibukanya Hotel Indonesia, yang direncanakan menjadi tempat tinggal tamu Asian Games IV 1962. Proses pembuatan patung dan konstruksi monumen memakan waktu sekitar satu tahun, namun proses perencanaannya telah dimulai sejak tahun 1959. Friedrich Silaban pernah membuat beberapa usulan rancangan monumen itu, meskipun yang bertanggung jawab sebagai pelaksana pada akhirnya adalah Edhi Sunarso dan Trubus Sudarsono, dua orang pematung yang dipanggil langsung ke Istana Merdeka oleh Sukarno. Mereka berdua bekerja di bawah pengawasan Henk Ngantung, seniman cum Wakil Gubernur Jakarta saat itu, yang turut membuat sketsa gambar pra-rancangan. Sedangkan konstruksi di lapangan dikerjakan oleh P.N. Pembangunan Perumahan.
Pada arsip F. Silaban, kita dapat melihat beberapa usulan pendahuluan yang dibuat F. Silaban untuk merepresentasikan gestur “selamat datang” dalam proyek yang berjudul “Tiang Perhiasan Bundaran Jalan Thamrin, Jakarta”. Gagasan pertamanya menggunakan struktur portal tunggal setinggi 18 meter untuk menopang kedua patung dengan landasan podium berbentuk lingkaran kecil, hampir serupa dengan yang terbangun sekarang. Pada usulan kedua, ia menggambar dua pilar setinggi 23 meter untuk menopang patung pada dua bagian yang terpisah, kedua pilar itu disambungkan oleh sebuah portal yang membusur di bagian atasnya, dengan sebuah podium menyerupai bentuk huruf X di bagian paling bawah. Sedangkan pada usulan ketiga, ia menambahkan bingkai di bagian terluar struktur portal utama dan patung setinggi 25,5 meter, dengan menggunakan bentuk lengkung di bagian atas sebagai penegasan pembingkai patung.
Pada usulan terakhirnya, ia menawarkan bentuk yang lebih kompleks. Landasannya terdiri dari dua buah lingkaran yang masing-masing dikurung oleh dua belas tiang. Letak titik-titik tiang itu dibagi sama rata menggunakan sumbu imajiner yang ditarik dari pusat lingkaran ke garis terluar lingkaran. Pada ketinggian empat meter di tiap tiang lingkaran bagian luar, terdapat patung manusia dengan gerak tubuh yang berbeda-beda. Sedangkan pada lingkaran yang dalam, dua belas tiang pipih menopang satu lingkaran kecil pada ketinggian 24 meter di atasnya, menjadi landasan untuk dua buah patung utama dengan gestur melambaikan tangan seperti pada rancangannya yang lain.
Pada akhirnya bentuk Monumen Selamat Datang yang terbangun adalah bentuk yang lebih sederhana dari usulan F. Silaban, dengan tinggi monumen yang lebih rendah dan tanpa podium lingkaran di bawahnya. Bagian bawahnya dikelilingi langsung oleh air di dalam kolam berbentuk lingkaran, yang sempat dirancang ulang pada tahun 2005 dengan penambahan elemen dekoratif di bagian tepi kolam.
Setidaknya, hingga hari ini Monumen Selamat Datang masih menjadi penanda kota yang mempesona. Ia dapat dinikmati dari berbagai sisi karena menjadi transisi keluar dan masuk pusat kota, disertai kualitas skala monumentalnya yang masih terjaga. Di tengah-tengah himpitan gedung bertingkat dan riuh ramai ibu kota, ia menjadi saksi aktivitas dan dinamika warga kota sehari-hari, dari yang tenang hingga yang menegangkan.
“Tunjukanlah kepribadian kita yang sebaik-baiknya, janganlah kita dengan membuka kepariwisataan itu lantas menjadi satu bangsa yang malahan turun kepribadiannya! Satu bangsa jiplakan, satu bangsa copy. Satu bangsa imitation. Tidak!” Seru Sukarno dalam pidato peresmian Hotel Indonesia.
Pembangunan Monumen Selamat Datang dan Hotel Indonesia pernah menjadi penanda dibukanya gerbang kepariwisataan di ibu kota Indonesia. Selain sapaan hangat, mendirikan Monumen Selamat Datang dapat pula dikatakan sebagai cara Jakarta - dengan melibatkan berbagai tenaga ahli yang ada - menjelajah bentuk kota dengan semangat kebaruan dari dalam dirinya.
Selamat datang di Indonesia!