Hari-Hari Studio dalam Komik
Oleh: Rifandi S. Nugroho | Senin, 28 Januari 2019
Hari-hari di studio arsitektur tidak pernah luput dari tegangan antara proses kreatif di studio dan realitas yang terjadi di proyek. Masalah di studio arsitektur selalu lewat dengan cepat. Sulit untuk menangkap dan menceritakan ulang pengalaman di sana, baik dalam narasi verbal maupun tekstual. Dengan medium komik, rutinitas dapat diceritakan kembali sebagai sebuah pengalaman yang lebih "utuh".
Komik yang diilustrasikan dalam buku F Book Aboday tahun 2013 bercerita tentang rutinitas rapat yang dilakukan tiap Senin pagi pukul 10.30. Rapat itu biasanya dihadiri oleh Principal Architect beserta jajaran staf senior untuk koordinasi pekerjaan selama sepekan. Dalam rutinitas tersebut gerutu di luar persoalan desain tentu tak terhindarkan, dari masalah pembayaran proyek yang molor, staf yang kewalahan menangani kontraktor usil, strategi menutupi overhead cost proyek di luar kota, biaya konstruksi yang melambung, kerja keras staf yang berbuah kompensasi, performa staf yang kurang memuaskan, klien yang banyak mintanya, ajakan olahraga bareng, rencana jalan-jalan kantor, dan hal-hal insidental lainnya. Diceritakan pula beberapa kasus spesifik pada proyek-proyek Aboday, di antaranya Kubikahomy, MNIS, proyek Blora, dan Museum Nasional Indonesia. Di balik percakapan tentang pengalaman itu tentu terselip pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat untuk mengambil keputusan berikutnya.
Penggunaan komik untuk menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan arsitektur memang bukan hal baru, seperti misalnya Yes Is More (BIG, 2009) yang berisi tentang pemikiran arsitektur Bjarke Ingels Group atau Building Stories (Chris Ware, 2012) yang lebih menekankan kehadiran memori di dalam arsitektur. Berbeda dengan keduanya, komik Aboday bukan menceritakan gagasan arsitektural atau fenomena yang terjadi di dalam produk arsitektur. Komik Aboday justru menangkap laku arsitek itu sendiri di dalam persoalan berarsitekturnya sehari-hari. Relasi pembaca dengan komik memungkinkan pembaca untuk mengalami secara aktif persoalan yang dihadapi Aboday dan dapat merefleksikannya pada diri sendiri.
Lewat komik ini pula setidaknya kita dapat melihat bahwa Senin di Aboday tidak jauh berbeda dengan Senin di studio arsitek pada umumnya. Hari ketika tumpukan persoalan lama yang belum kelar bertemu persoalan baru yang juga harus tuntas. Pada hari itu pula kita kembali berjarak dengan lingkungan serta diri sendiri, untuk dapat memahami akumulasi pengalaman sebagai bekal berkarya di kemudian hari.